Belajar Agama Dari Memilih Milih Shalat Tarawih
Jumat, 17 Januari 2020
Add Comment
hpk
Setiap Ramadan, saya selalu ingat ibu dan rumah, serta bagaimana masa kecil membentuk cara pandang terhadap agama. Ini barangkali berlebihan, nyaris jatuh dalam kategori riya. Tapi, jika anda mau membaca hingga kalimat ini selesai, saya anggap anda mau mendengar cerita ini.
Setiap Ramadan, ada dua kegiatan yang saya benci. Pertama bangun sahur, kedua melaksanakan salat tarawih di masjid besar. Bukan karena benci ritus agama itu, tapi karena saya belum mengerti makna dua kegiatan tersebut.

Saya berpuasa sejak masuk sekolah dasar. Ayah saya yang Muhammadiyah tak punya niat mengiming-imingi anaknya dengan hadiah agar berpuasa. Ia menegaskan, kamu sudah cukup kuat dan besar untuk puasa penuh. Itu adalah perintah yang tak bisa dibantah.
Sementara ibu, nyaris dengan sembunyi-sembunyi selalu memberikan hadiah kecil setiap kali saya berpuasa penuh. Misalnya dengan menyajikan menu buka puasa ayam goreng kampung, yang dagingnya lembut dan paling banyak bagian kulitnya.
Ibu selalu punya cara menyemangati anaknya untuk berpuasa penuh, nyaris tanpa ancaman. Berbeda dengan ayah yang tegas. Tak hanya meminta untuk berpuasa penuh, ia mewajibkan saya khatam Qur’an di langgar setempat.
Saya ingat ibu merayakan secara besar-besaran khatamnya Qur’an kakak saya yang ketiga. Kami semua makan enak dan mengirim besek berkat ke tetangga sebagai wujud syukur. Semua itu dilakukan saat bulan puasa. Ibu bilang, dua anaknya lahir pada bulan suci ini, yang pertama kakak saya yang khatam itu, yang kedua adalah saya.
Mau tak mau, selama bulan puasa, saya harus bangun sahur. Ini kegiatan yang paling saya benci, karena mesti mengganggu waktu tidur. Saat kecil, saya selalu bangun dengan muka cemberut dan kesal. Nyaris selalu menolak makan dan memilih tidur saja.
Melihat saya rewel, ayah selalu jadi tokoh antagonis yang mengancam bahwa jika saya tetap rewel, maka tak akan ada baju lebaran. Padahal, saat kecil, itu satu-satunya hal yang membuat saya menyukai puasa. Bahkan jika tak ada hari raya, yang penting punya baju baru.
Usai sahur, saya jarang tidur lagi. Saya selalu suka jeda hening usai salat subuh sampai matahari terbit. Ada yang syahdu, seperti mengingatkan bahwa ada saat dimana bumi benar-benar sunyi, kecuali riuh angin, air mengalir, dan hewan-hewan yang berkicau.
Seperti kebanyakan anak-anak yang tumbuh besar pada akhir 90-an, ada masa dimana saat Ramadan kami libur sekolah. Maka usai sahur, saya memilih bermain bola bersama teman-teman di kampung hingga matahari benar-benar terbit. Setelah lelah, baru beranjak tidur.
Saya bangun biasanya menjelang dzuhur. Ibu selalu meminta saya untuk salat di masjid pesantren. Disebut demikian karena masjid itu berada di komplek pesantren. Usai salat, saya berdiam diri hingga menjelang buka di masjid itu. Selain sejuk, setiap sore setelah salat ashar anak-anak pondok bermain bola di lapangan besar.
Anak bawang seperti saya hanya bisa menonton sembari bersorak. Saya ingat, di pesantren itu anak-anak dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan datang mengaji kitab. Di lapangan itu, latar belakang jadi tak penting. Semua hanya berpikir soal bermain menunggu bedug maghrib.
Jika senja telah tiba, saya beranjak pulang. Ibu biasanya meminta saya membeli penganan, nyamikan, gorengan, bakwan, heci, atau hongkong – sejenis kue berbentuk mangkok yang digoreng. Penjualnya adalah ibu RT kami.
Ibu sebenarnya bisa membuat sendiri, tapi belakangan saya tahu, saat puasa ada banyak ibu-ibu yang mendadak berjualan. Jika punya uang lebih – yang anehnya setiap hari – Ia meminta saya beli dagangan ibu-ibu itu. “Biar anak-anaknya bisa beli baju lebaran,” katanya.
Usai berbuka, ibu biasanya sudah menyiapkan sarung dan sajadah. Kami sekeluarga, tanpa peduli siapa, akan melaksanakan tarawih. Rumah selalu dikunci dan dibiarkan kosong. Dalam jarak 30 meter ke kanan kiri depan belakang, ada masjid dan dua langgar.
Ibu pergi ke langgar dekat rumah yang memang mayoritas jamaahnya adalah ibu-ibu, ayah pergi ke masjid pesantren, sedangkan saya salat di langgar. Mengapa ada tiga tempat tarawih?
Saya menjuluki langgar tempat saya tarawih sebagai langgar ‘dua tak’, karena kami hanya salat delapan rakaat tarawih dan tiga witir, dan merupakan tempat tarawih paling cepat di kampung kami. Langgar ini khusus anak-anak. Jika salat dimulai pada pukul tujuh, maka setengah delapan kami sudah selesai.
Sementara ayah salat di masjid yang tarawihnya 20 rakaat dan tiga witir. Biasanya selesai jam delapan malam, karena bacaannya panjang dan kadang ada ceramah dari ustad di antara jeda tarawih dan witir.
Kadang, jika benar-benar istimewa, ada ustadz yang didatangkan dari Arab Saudi atau Mesir untuk memimpin salat dengan bacaan surat yang amat panjang.
Menjelang dewasa, ketika saya kelas tiga SMP, kebencian terhadap tarawih ini muncul. Karena saya tak lagi tergolong anak-anak, tapi juga bukan orang dewasa. Ayah selalu meminta saya salat di shaf paling depan. Kadang bersebelahan dengannya. Jika saya hendak kabur, ia akan mencubit pangkal paha yang luar biasa sakit.
Tapi itu tak membuat saya berhenti berusaha kabur. Karena di masjid itu ayah lumayan dikenal, ia biasanya diajak ngobrol saat jeda antara tarawih dan witir. Saat itu terjadi, biasanya saya kabur pulang untuk main PS.
Saya kemudian belajar bahwa perkara tarawih juga menunjukkan bagaimana pembelajaran agama kita. Saat anda masih belajar, anda akan memulai hal-hal yang ringan, seperti delapan rakaat salat tarawih dan tiga witir.
Jika anda sudah dewasa, anda akan naik kelas menjadi 20 rakaat dan tiga witir. Ada yang cepat karena memang menyesuaikan jamaahnya yang anak-anak dan orang tua. Sementara bagi mereka yang dewasa, muda dan kuat, ada tarawih yang lebih berat. Ramadan mengajarkan saya banyak hal, yang sialnya baru dipahami bertahun-tahun kemudian.
Pada saat saya kelas tiga SD dan mampu berpuasa penuh, ibu menciumi muka serta kening saya berkali-kali saat malam takbiran. Itu adalah saat pertama saya bisa puasa penuh. Ibu membelikan saya baju koko, sandal, dan sarung baru dengan kopiah warna putih. Sementara ayah membelikan saya baju dengan logo Batman dan arloji mainan yang bisa dibongkar pasang.
Hingga hari ini, saya masih menganggap bahwa puasa adalah perkara menahan diri untuk mendapatkan hadiah. Meski tak lagi ingin punya baju baru, saya berharap Ramadan ini Allah memberikan saya hadiah berupa umat yang beragama dengan ketulusan.
Author Tulisan : Arman Dhani
Jurnalis dan penulis. (Facebook: Arman Dhani. Twitter: @arman_dhani)
Setiap Ramadan, ada dua kegiatan yang saya benci. Pertama bangun sahur, kedua melaksanakan salat tarawih di masjid besar. Bukan karena benci ritus agama itu, tapi karena saya belum mengerti makna dua kegiatan tersebut.

Saya berpuasa sejak masuk sekolah dasar. Ayah saya yang Muhammadiyah tak punya niat mengiming-imingi anaknya dengan hadiah agar berpuasa. Ia menegaskan, kamu sudah cukup kuat dan besar untuk puasa penuh. Itu adalah perintah yang tak bisa dibantah.
Sementara ibu, nyaris dengan sembunyi-sembunyi selalu memberikan hadiah kecil setiap kali saya berpuasa penuh. Misalnya dengan menyajikan menu buka puasa ayam goreng kampung, yang dagingnya lembut dan paling banyak bagian kulitnya.
Ibu selalu punya cara menyemangati anaknya untuk berpuasa penuh, nyaris tanpa ancaman. Berbeda dengan ayah yang tegas. Tak hanya meminta untuk berpuasa penuh, ia mewajibkan saya khatam Qur’an di langgar setempat.
Saya ingat ibu merayakan secara besar-besaran khatamnya Qur’an kakak saya yang ketiga. Kami semua makan enak dan mengirim besek berkat ke tetangga sebagai wujud syukur. Semua itu dilakukan saat bulan puasa. Ibu bilang, dua anaknya lahir pada bulan suci ini, yang pertama kakak saya yang khatam itu, yang kedua adalah saya.
Mau tak mau, selama bulan puasa, saya harus bangun sahur. Ini kegiatan yang paling saya benci, karena mesti mengganggu waktu tidur. Saat kecil, saya selalu bangun dengan muka cemberut dan kesal. Nyaris selalu menolak makan dan memilih tidur saja.
Melihat saya rewel, ayah selalu jadi tokoh antagonis yang mengancam bahwa jika saya tetap rewel, maka tak akan ada baju lebaran. Padahal, saat kecil, itu satu-satunya hal yang membuat saya menyukai puasa. Bahkan jika tak ada hari raya, yang penting punya baju baru.
Usai sahur, saya jarang tidur lagi. Saya selalu suka jeda hening usai salat subuh sampai matahari terbit. Ada yang syahdu, seperti mengingatkan bahwa ada saat dimana bumi benar-benar sunyi, kecuali riuh angin, air mengalir, dan hewan-hewan yang berkicau.
Seperti kebanyakan anak-anak yang tumbuh besar pada akhir 90-an, ada masa dimana saat Ramadan kami libur sekolah. Maka usai sahur, saya memilih bermain bola bersama teman-teman di kampung hingga matahari benar-benar terbit. Setelah lelah, baru beranjak tidur.
Saya bangun biasanya menjelang dzuhur. Ibu selalu meminta saya untuk salat di masjid pesantren. Disebut demikian karena masjid itu berada di komplek pesantren. Usai salat, saya berdiam diri hingga menjelang buka di masjid itu. Selain sejuk, setiap sore setelah salat ashar anak-anak pondok bermain bola di lapangan besar.
Anak bawang seperti saya hanya bisa menonton sembari bersorak. Saya ingat, di pesantren itu anak-anak dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan datang mengaji kitab. Di lapangan itu, latar belakang jadi tak penting. Semua hanya berpikir soal bermain menunggu bedug maghrib.
Jika senja telah tiba, saya beranjak pulang. Ibu biasanya meminta saya membeli penganan, nyamikan, gorengan, bakwan, heci, atau hongkong – sejenis kue berbentuk mangkok yang digoreng. Penjualnya adalah ibu RT kami.
Ibu sebenarnya bisa membuat sendiri, tapi belakangan saya tahu, saat puasa ada banyak ibu-ibu yang mendadak berjualan. Jika punya uang lebih – yang anehnya setiap hari – Ia meminta saya beli dagangan ibu-ibu itu. “Biar anak-anaknya bisa beli baju lebaran,” katanya.
Usai berbuka, ibu biasanya sudah menyiapkan sarung dan sajadah. Kami sekeluarga, tanpa peduli siapa, akan melaksanakan tarawih. Rumah selalu dikunci dan dibiarkan kosong. Dalam jarak 30 meter ke kanan kiri depan belakang, ada masjid dan dua langgar.
Ibu pergi ke langgar dekat rumah yang memang mayoritas jamaahnya adalah ibu-ibu, ayah pergi ke masjid pesantren, sedangkan saya salat di langgar. Mengapa ada tiga tempat tarawih?
Saya menjuluki langgar tempat saya tarawih sebagai langgar ‘dua tak’, karena kami hanya salat delapan rakaat tarawih dan tiga witir, dan merupakan tempat tarawih paling cepat di kampung kami. Langgar ini khusus anak-anak. Jika salat dimulai pada pukul tujuh, maka setengah delapan kami sudah selesai.
Sementara ayah salat di masjid yang tarawihnya 20 rakaat dan tiga witir. Biasanya selesai jam delapan malam, karena bacaannya panjang dan kadang ada ceramah dari ustad di antara jeda tarawih dan witir.
Kadang, jika benar-benar istimewa, ada ustadz yang didatangkan dari Arab Saudi atau Mesir untuk memimpin salat dengan bacaan surat yang amat panjang.
Menjelang dewasa, ketika saya kelas tiga SMP, kebencian terhadap tarawih ini muncul. Karena saya tak lagi tergolong anak-anak, tapi juga bukan orang dewasa. Ayah selalu meminta saya salat di shaf paling depan. Kadang bersebelahan dengannya. Jika saya hendak kabur, ia akan mencubit pangkal paha yang luar biasa sakit.
Tapi itu tak membuat saya berhenti berusaha kabur. Karena di masjid itu ayah lumayan dikenal, ia biasanya diajak ngobrol saat jeda antara tarawih dan witir. Saat itu terjadi, biasanya saya kabur pulang untuk main PS.
Saya kemudian belajar bahwa perkara tarawih juga menunjukkan bagaimana pembelajaran agama kita. Saat anda masih belajar, anda akan memulai hal-hal yang ringan, seperti delapan rakaat salat tarawih dan tiga witir.
Jika anda sudah dewasa, anda akan naik kelas menjadi 20 rakaat dan tiga witir. Ada yang cepat karena memang menyesuaikan jamaahnya yang anak-anak dan orang tua. Sementara bagi mereka yang dewasa, muda dan kuat, ada tarawih yang lebih berat. Ramadan mengajarkan saya banyak hal, yang sialnya baru dipahami bertahun-tahun kemudian.
Pada saat saya kelas tiga SD dan mampu berpuasa penuh, ibu menciumi muka serta kening saya berkali-kali saat malam takbiran. Itu adalah saat pertama saya bisa puasa penuh. Ibu membelikan saya baju koko, sandal, dan sarung baru dengan kopiah warna putih. Sementara ayah membelikan saya baju dengan logo Batman dan arloji mainan yang bisa dibongkar pasang.
Hingga hari ini, saya masih menganggap bahwa puasa adalah perkara menahan diri untuk mendapatkan hadiah. Meski tak lagi ingin punya baju baru, saya berharap Ramadan ini Allah memberikan saya hadiah berupa umat yang beragama dengan ketulusan.
Author Tulisan : Arman Dhani
Jurnalis dan penulis. (Facebook: Arman Dhani. Twitter: @arman_dhani)
the cheapest car insurance
cost of car insurance
best car insurance quotes
insurance auto
insurance quotes car
get car insurance quotes online
car insurance agent
instant car insurance quote
car insurance websites
direct car insurance
insure a car
motor car insurance quote
cheap car insurance
online quotes for car insurance
car insurers
commercial car insurance
motor insurance quote
car insurance quotes online
get a quote online
international health insurance
compare car insurance quotes
insurance for car
compare car insurance
car insurance
buy life insurance online
compare auto insurance
international medical insurance
general car insurance
cheap motor insurance
low car insurance
car insurance comparison
company car insurance
budget car insurance
private health insurance
online quote car insurance
cheap motor car insurance
car insurance for new drivers
cheap car insurance quotes online
online car insurance quotes
get car insurance quotes
car insurance quotes comparison
motor car insurance
car insurance quotes
car insurance cheap
comprehensive car insurance
best auto insurance
short term health insurance
motor insurance
cheap online car insurance
online motor insurance quotes
car insurance california
buycarinsurance
online vehicle insurance
free car insurance quotes
landlord insurance
health insurance for children
motorbike insurance
monthly car insurance
car insurance usa
car insurance reviews
car insurance renewal quotes
vehicle insurance
health insurance rates
term life insurance quotes
vehicle insurance quotes
car insurance compare
motor vehicle insurance
best car insurance
motor insurance online quote
car insurance online quote
life insurance online
supplemental health insurance
best car insurance rates
car insurance discounts
motor vehicle insurance quotes
auto insurance
cheap travel insurance
bike insurance
travel medical insurance
buy car insurance online
online motor insurance
travel insurance quote
get a quote for car insurance
health insurance agent
car insurance companies
cheap car insurance companies
travel insurance
annual travel insurance
commercial vehicle insurance
permanent life insurance
medical insurance quotes
online car insurance
cheap car insurance quotes
car insurance online
quote insurance online
level term life insurance
health insurance comparison
how much is car insurance
travel health insurance
pet health insurance
quotes on cars
health ins
travel insurance uk
quote for car insurance
get insurance quote online
disability insurance quote
temporary health insurance
temporary insurance
rental car insurance
cheap health insurance
auto insurance compare
third party car insurance
buy health insurance
auto insurance quotes
cheap insurance companies
best term life insurance
personal health insurance
online quote insurance
car insurance premium
health insurance policies
quotes for cars
whole life insurance
credit insurance
cheap van insurance
cheap term life insurance
cheap motorcycle insurance
compare life insurance
car insurance cover
health insurance
motorcycle insurance
short term car insurance
health insurance coverage
insurance qoute
cheap life insurance
house insurance quote
car insurance uk
health insurance companies
cigna health insurance
cheap insurance
cheap car insurance uk
compare health insurance
car insurance for young drivers
short term insurance
online health insurance
caravan insurance
life insurance comparison
direct insurance
health insurance plans
motor insurance online
car insurance estimator
accident insurance
home insurance quotes
nj car insurance
new car insurance
private medical insurance
home insurance
car insurance brokers
car insurance rates
commercial insurance
health insurance quotes
motor insurance companies
which car insurance
car quotes online
online auto insurance
flood insurance
cheap auto insurance quotes
car insurance agencies
business health insurance
term life insurance
truck insurance
professional indemnity insurance
life insurance
car insurance policy
long term care insurance
drive insurance
buy insurance
car ins
motorcycle insurance quote
critical illness insurance
term insurance
student health insurance
home insurance comparison
insurance rates
insurance cover
holiday insurance
insurance sites
online vehicle insurance quotes
company website
home insurance rates
compare insurance
buy insurance online
affordable medical insurance
car insurance coverage
product liability insurance
home contents insurance
buy life insurance
renters insurance
group health insurance
family health insurance
motor insurance quote online
mortgage insurance
best home insurance
personal insurance
medical insurance
property insurance
life insurance agent
group insurance
aetna health insurance
cheap medical insurance
liability insurance
rental insurance
life insurance policy
group life insurance
general liability insurance
insurance quotes online
all car insurance companies
best health insurance
insurance plans
life insurance for seniors
van insurance
website quote
universal life insurance
building insurance
co insurance
insurance car
car insurance prices
disability insurance
insurance vehicle
cheap vehicle insurance
senior life insurance
medical insurance plans
insurance health
house insurance
life insurance quotes
car quotes
cheap home insurance
0 Response to "Belajar Agama Dari Memilih Milih Shalat Tarawih"
Posting Komentar