-->

Shalat Berjamaah Di Tiadakan Selama Corona Apakah Efektif ??

hpk
Sejumlah wilayah tetap menyelenggarakan salat Jumat walaupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) pekan ini telah mengeluarkan fatwa mengenai penyelenggaraan ibadah di tengah wabah Covid-19.

Dalam fatwa, MUI menyebut bahwa orang yang telah terpapar virus corona "wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain".
Fatwa Nomor 14 tahun 2020 itu memang bersifat berjenjang, dengan mempertimbangkan tingkat keparahan situasi penularan Covid-19 di suatu daerah.
tidak ada berjamaah corona
Namun, wilayah-wilayah dengan kasus Covid-19 masih menjalankan salat Jumat, termasuk Jawa Timur, di mana ada 15 kasus dan 1 pasien yang meninggal dunia, per data pada Jumat (20/03).
Sebelumnya, Sekretaris MUI Jatim, Ainul Yaqin menjelaskan kepada wartawan pada hari Kamis bahwa salat Jumat tetap dilaksanakan karena bahaya virus corona memang nyata tapi belum bisa didefinisikan.

Interpretasi beragam

Baik otoritas maupun warga di daerah menanggapi fatwa MUI secara beragam.
Di wilayah Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, warga masih melaksanakan salat Jumat secara berjamaah, meskipun Rumah Sakit Umum Zainal Abidin telah merawat sejumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan puluhan lainnya berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP) Covid-19.
Di Masjid Raya Baiturrahman, pada Jumat (20/03), warga masih melaksanakan ibadah salat Jumat secara berjamaah.

Beberapa di antaranya mengaku tidak takut dengan Covid-19 dan menjadikan ini kesempatan untuk berdoa agar Aceh dijauhkan dari segala penyakit dan bahaya lainnya.
"Kita selaku umat Islam, apalagi sebagai orang Aceh harus menjaga norma-norma agama. Jadi jangan sampai karena virus ini menghambat kita untuk beribadah sesuai dengan anjuran agama," kata Muhammad Amin, warga Aceh yang melaksanakan salat Jumaat di Masjid, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Hal senada juga dikatakan oleh warga Aceh lainnya, Firdaus Noezula.
"Sejauh ini masjid di Aceh telah menyediakan cairan pembersih tangan dan tidak lagi menggunakan ambal - ambal, ditambah dengan salat Jumat barusan sengaja menggunakan qunut nazilah (usaha dalam doa untuk menangkal virus)," katanya.
Ribuan Muslim juga tetap melaksanakan salat Jumat di berbagai masjid Kota Medan, Jum'at (20/3).
Sebelumnya, Ketua MUI Kota Medan Muhammad Hatta masih menganjurkan salat Jumat di masjid dengan pertimbangan situasi di Medan belum termasuk dalam kondisi darurat.


Salat Jumat masih digelar di Masjid Agung Medan dengan ribuan peserta salat, meski Gubernur Edy Rahmayadi dan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah, yang biasa menunaikan salat Jumat di masjid ini, tidak terlihat.
Jamaah juga tidak bersalaman dengan satu sama lain.

Jakfar Wijaya, 32, salah seorang umat Muslim asal Medan Selayang, mengaku tetap memilih untuk melaksanakan salat Jumat di masjid karena yakin masjid telah steril.
"Masjid sudah disemprot dengan disinfektan, jadi tidak takut," kata Jakfar usai melaksanakan salat Jumat di Mesjid Mukminin Jl. Setia Budi Medan, Jumat (20/3).

Plt Walikota Medan Akhyar Nasution juga mendukung pelaksanaan salat Jumat di masjid.
"Sudah semestinya kita lebih memperkuat keimanan bersama agar mudah melewati cobaan wabah virus corona ini. Jadi, saya dukung umat muslim salat Jumat berjamaah di masjid," kata Akhyar.
Hingga Jumat (20/3) siang, jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Sumatera Utara bertambah menjadi 20 orang, satu diantaranya positif Covid-19 dan satu lainnya meninggal. Sedangkan jumlah Orang dalam Pemantauan (ODP) juga bertambah menjadi 55 orang.

Masjid dikunci, jamaah gelar salat di selasar

Sementara itu, sekitar seratus orang terlihat melaksanakan salat Jumat di selasar Masjid Raya Jawa Barat, Alun-alun Kota Bandung, Jumat (20/03). Mereka mengabaikan pengumuman Dewan Keluarga Masjid yang menyatakan tidak akan menyelenggarakan salat Jumat.
Mereka melaksanakan salat di selasar lantaran tidak bisa masuk ke dalam Masjid Raya Jawa Barat yang sudah dikunci dan dijaga petugas keamanan masjid.

DKM Masjid Raya Jawa Barat telah memasang maklumat atau pengumuman berupa baliho berukuran besar di depan masjid yang menyatakan, "untuk sementara waktu tidak menyelenggarakan salat Jumat dan salat wajib secara berjama'ah sampai aman Covid 19."
"Imbauan itu menurut kamus besar hanya pengumuman saja. Urusan keyakinan itu habluminallah, Allah maha tahu. Kita bukan mau melawan pemerintah, bukan mau melawan aparat. Kita mau ibadah aja. Kita ingin menciptakan rasa ketidaktakutan massal untuk warga Bandung atau Jawa Barat," kata Fajar, salah seorang peserta salat Jumat.

Sekelompok orang melepas paksa pengumuman DKM sambil meneriakkan takbir
Salah seorang warga berteriak, "DKM jangan takut nggak digaji, jangan takut sama Ridwan Kamil."
Di sekitar area masjid juga terpasang spanduk putih bertuliskan: "Yang harus ditutup itu mal, tempat umum. Bukan cuma masjid."


Ketua DKM Muhtar Gandaatmaja mengonfirmasi aksi penurunan baliho tersebut, meski mengaku tidak dapat menindak keras.
Ia juga mengatakan DKM tidak dapat melarang orang yang bersikukuh melaksanakan salat di selasar.
"(Bagian) luar masjid raya itu bukan wewenang kami," katanya.
Muhtar menjelaskan, kebijakan DKM didasarkan pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat dan Walikota Bandung tentang penutupan sementara fasilitas umum dan penghentian sementara kegiatan tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung.
Selain di Masjid Raya Jawa Barat, sejumlah warga tampak berbondong-bondong menuju masjid di lingkungan rumahnya. Antara lain terlihat di dua masjid yang berada di Kelurahan Jatisari Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung.

Kedua masjid tersebut tetap menggelar ibadah salat Jumat di tengah wabah Covid-19 ini.
Ketua DKM Al Ikhlas, Edy Permedi, satu dari masjid tersebut mengatakan, tetap menggelar salat Jumat lantaran yakin lingkungannya tidak berkontak dengan orang luar.
"Mengingat kita ini daerahnya tertutup, artinya hanya berinteraksi dengan warga setempat, kalaupun ada (warga luar jumlahnya) sedikit yang ikut salat Jumat di sini," kata Edy.

Meski demikian, Edy mengatakan, pihaknya tetap mewaspadai penularan virus corona dengan mewanti-wanti warga agar tidak memaksakan salat di masjid jika dalam kondisi sakit.
Pengurus juga meningkatkan kebersihan masjid dan menyediakan cairan pembersih tangan di area masjid. Jamaah juga disarankan membawa alas salat dari rumah karena masjid telah melepas karpet.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memang tidak secara tegas melarang pelaksanaan salat Jumat berjamaah.

Untuk mengantisipasi masjid yang tetap melaksanakannya, Pemprov Jabar mengeluarkan surat edaran tentang protokol pelaksanaan salat Jumat atau berjamaah untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.
Surat itu mencantumkan sembilan poin persyaratan bagi masjid yang tetap menggelar salat berjamaah, antara lain; salat Jumat dilaksanakan dengan jamaah yang homogen dan jarak antara jamaah baik saat ceramah maupun sedang melaksanakan salat adalah satu meter.


DKI tiadakan kegiatan peribadatan
Senada dengan imbauan MUI, Gubernur DKI Anies Baswedan pada hari Kamis (19/03) meniadakan kegiatan-kegiatan peribadatan di tempat-tempat ibadah selama dua pekan demi menekan penyebaran penularan.
Keputusan ini termasuk pelaksanaan salat Jumat.
Jakarta termasuk dalam kategori zona merah, di mana saat ini lebih dari setengah total kasus nasional berpusat di ibu kota.
Menurut data pemerintah yang dirilis pada Jumat (20/03), di Jakarta ada setidaknya 215 kasus pasien positif Covid-19 dari keseluruhan 369 kasus yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF, mengatakan bahwa pemerintah memang seharusnya menindaklanjuti fatwa MUI dengan kebijakan nyata.
Termasuk, ujar Hasanuddin, memetakan zona di mana penyebaran sudah masif dan tidak terkendali, yang sedang, maupun yang masih aman, sehingga masyarakat punya kepastian terkait kondisi daerah di mana mereka berada.
Ia sebut kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai contoh.
"Sekarang pemerintah daerah minimal menyikapi fatwa itu. Kira-kira daerahnya sudah seperti apa? Apakah sudah pada penyebaran virus corona sedemikian masif, tidak terkendali atau masih terkendali, atau seperi apa? Itulah mengambil ketegasan," kata Hasanuddin kepada wartawan BBC News Indonesia Liza Yosephine pada Jumat (20/03).
Senada dengan MUI, Dewan Masjid Indonesia juga menyuarakan imbauan untuk membatasi kerumunan, termasuk pelaksanaan salat Jumat.
Sekretaris jenderal DMI, Imam Addaruquthni, menjelaskan bahwa pemerintah belum mengeluarkan kebijakan lockdown(penutupan wilayah), sehingga masyarakat bisa mengambil inisiatif masing-masing, termasuk menjalankan salat Jumat.
"Karena belum ada perintah lockdown, ya maka Jumatan itu untuk orang yang ingin Jumatan, nggak ada yang bisa ngelarang. Yang ada seruan-seruan aja. Jadi semacam moral force(kekuatan moral) aja," kata Imam kepada wartawan BBC News Indonesia Liza Yosephine pada Jumat (20/03).
Ia menambahkan bahwa perubahan hanya akan terjadi jika pemerintah mengeluar kebijakan yang mengikat secara hukum dengan konsekuensi penalti bahkan penahanan jika dilanggar.
"Pemerintah memiliki justifikasi dengan fatwa itu, kalau dia mengeluarkan kebiijakan lockdownmisalnya, itu sudah ada justifikasinya," ujar Imam.
Juru bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman mengatakan pihaknya akan mengevaluasi lebih lanjut untuk menetapkan sikap jika akan mengambil langkah yang lebih tegas.
"Sebetulnya bukan hanya Jumatan, karena ada beberapa juga rencana pertemuan keagamaan, terutama Isra Miraj misalnya, yang itu potensial ada kerumunan. Nah, jadi kita membuat kategori, kalau kerumunan keagamaan yang sifatnya itu seremonial, maka kita akan lebih tegas lagi untuk dianjurkan untuk tidak dilaksanakan,"kata Oman.
Sementara, tambah Oman, kategori lain kemungkinan bisa dijalankan namun disertai peningkatan standar kesehatan.
Menanggapi pertanyaan jika pemerintah menerapkan kebijakan mengikat, Oman mengatakan bahwa hal itu mungkin terjadi.
"Karena ini sudah bukan lagi menyangkut ritual agama tertentu, kalaupun dikaitkan dengan keagamaan. Tapi ini sudah menyangkut kemanusiaan, keselamatan. Jadi, kalau kita perhatikan fluktuasinya sekarang, kan juga gradual, dari mulai yang sifatnya imbauan, sampai kemudian sekarang ada otoritas yang tegas di daerah tertentu, untuk memutuskan tidak, misalnya di Jakarta," kata Oman.
"Jadi kalau soal kemungkinannya, saya kira mungkin saja kalau seandainya keadaannya semakin memburuk. Pemerintah malah harus hadir untuk menyelamatkan warganya."

Sumber Artikel : https://www.bbc.com/indonesia/institutional-37818425

0 Response to "Shalat Berjamaah Di Tiadakan Selama Corona Apakah Efektif ??"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel